Tuesday, October 21, 2014

Maju Mundur Hal yang Biasa

Hidup itu kadang tidak bisa ditebak dan kadang pula saat kita memantapkan hati memilih untuk berjalan maju ada saja batu yang menghalangi perjalanan hidup kita yang memaksa kita berjalan mundur, tapi ketika semua kita serahkan kepada Sang Khaliq, maka kita akan menemukan ilham tentang bagaimana kita harus menyikapi atau melewati batu itu. Hingga akhirnya kita harus berjalan ke samping untuk melalui batu itu sebagai cara Allah membantu hambanya mencari jalan keluar.

itu benar-benar terjadi ...
ketika saya berusaha meyakinkan dan memantapkan diri saya untuk menerima keputusan dari Allah bahwa saya diterima di UPI dan harus saya ambil. saat itu adalah saat terberat bagi saya yang masih setengah hati mengambil UPI sebagai jalan hidup saya, tapi kalau saat itu saya tidak mengambil UPI, bagaimana nasib adik-adik kelas saya yang ingin lanjut ke UPI ?! seminggu saya diselimuti rasa yang tidak karuan dan saya berusaha memahami bahwa setiap keputusan yang Allah berikan itu mengandung kebaikan.dan akhirnya saya mengokohkan hati saya untuk maju ke UPI...

Dan inilah batu yang menghalangi langkah saya dan menguji keikhlasan hati saya.
sebulan setengah kemudian, guru SMA saya mengabari saya bahwa ada nilai yang tidak lolos verifikasi. hati saya pun dilanda rasa sedih, kecewa, dan sempat merasa menyesal. saat itu saya benar-benar sedang dalam posisi yang sulit untuk meng-handle masalah itu, hari itu juga saya ada ospek jurusan menginap di buper 3 hari 2 malam, orang tua saya pun sedang sibuk dengan acara hajatan besar keluarga. Lalu saya harus bagaimana ?! Air mata pun menjadi senjata andalan dalam meringankan pikiran saat semua masalah datang tiba-tiba bersamaan, sempat berpikir untuk membatalkan ikut serta dalam osjur tersebut, tapi sudah terlambat untuk itu, barang-barang sudah ter-packing dalam ransel carrier berukuran 60, teman-teman sekelompok saya pun telah sangat membantu saya dalam mencari barang-barang osjur itu, gak mungkin saya begitu saja mengecewakan mereka. akhirnya, dengan Bismillah saya berusaha meng-handle masalah itu satu per satu.

Maju salah mundur salah. Kebayangkan gimana rasanya jadi saya. Setelah saya memantapkan hati saya untuk lanjut ke UPI, ada saja masalah yang berpotensi saya dikeluakan. Alhamdulillah saya sangat dibantu oleh guru BK SMA dan orang tua saya dalam masalah ini.

Tuesday, October 7, 2014

LEMMA oh LEMMA



Kokokan ayam menjadi tanda awal dimulainya sebuah perjalanan hari itu. Matahari masih tersipu malu dan enggan untuk menapaki cahayanya di muka bumi. Belum, belum saatnya meureun. Suasana dingin pun memanjakan selimutku untuk selalu menempel di tubuhku. Saat mata terbangun oleh bisingnya suara alarm yang tersetel otomatis dan berkali-kali sempat aku “snooze”, aku berusaha mengumpulkan nyawa yang tercecer untuk beranjak bangun dari kasur menuju tempat para ide bersembunyi, Kamar mandi. Tak sempat berpikir panjang guyuran air pertama mendarat di badan dan ‘brrrrr’ asa semua otot termasuk otot mata teh langsung melek merem.
Waktu pun tak bisa diajak kompromi disuruh diem bentaran aja masa gak bisa. Panik melanda hati, jiwa, pikiran, anggota badan dari mulai ujung kaki sampai ujung bulu hidung. Berasa barang pada terbang, lempar sana lempar sini nyari barang bawaan untuk LEMMA-pm, acara latihan kepemimpinan jurdikmat alias ospek jurusan. Nametag, buku taaruf, makanan, alas duduk, air, dan kawan-kawan telah masuk ke dalam ransel dan ‘wuuuuzzzz’ dengan kecepatan cahaya aku meluncur ke TKP LEMMA-pm, kecepatan cahaya LCD HP Samsung yang aku kantongin dengan laju kira-kira 10km/jam. Akhirnya, sampai juga aku di TKP, yaa meskipun mepet waktu batas akhir kedatangan tapi aku bangga karna masih ada yang lebih mepet dariku, memang inilah prestasi awal aku di hari itu.
Masih juga pagi, matahari juga masih di peraduan, mungkin dia malu keluar karena duluan aku yang dateng LEMMA-pm. Para akang-teteh pita item udah nyambut aja di depan. “Keluarkan barang-barang kalian dan taruh di alas duduk!” ceunah. “Nametag kumpulkan ke ketua dan ketua ukur nametag anggotanya.” Danlap angkat bicara. Saat diukur mungkin hampir semua ukurannya tidak tepat 8 cm. Tiba-tiba ada bisikan-bisikan tapi bisikan dengan suara menggelegar dari teteh pita item di belakang barisan. “Gunting! Gunting aja danlap. Kan gitu perjanjiannya.” Teteh pita item nyeletuk tapi eleuuh sakitnya tuh didieu. Sontak teman-temanku angkat bicara membela angkatan. Terharu aku jadinya. Mereka semangat membela angkatan meski tatapan-tatapan sinis tanda kemarahan mulai bergejolak di muka sang akang-teteh pita item. Da aku mah apa atuh sekalinya ngomong juga “Kang, Interupsi tidak terdengar.”
Air mata ini pun jatuh tak tertahan sebagai ekspresi atas kesiasiaan waktu, tenaga, dan materi yang diperuntukkan untuk sebuah acara yang tidak melihat arti sebuah proses kekompakan dan hanya menerima hasil tanpa tau betapa susah payah kami berusaha memberikan yang terbaik untuk acara ini. Mungkin inilah cara mereka menguji kesetiaan dan kekompakan kami. Entah bagaimana kami harus meyakinkan diri kami kembali untuk bisa bertahan dan saling menopang. Tapi kami tetap yakin sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan.

Tak berhenti hari itu dengan ketegangan semata. Masih ada canda tawa yang disiapkan untuk kami. Permainan dari pos ke pos dengan tujuan memberikan kami esensi dari tiap permainan yang kami kerjakan bersama. Ternyata besar sekali makna yang tersirat dari acara yang menurut aku sangat menyiksa hati, pikiran, terutama kantong karena setiap acara aku harus bikin nametag baru, hingga teman sekamarku berkata, “Mba, bosen gue liat lu setiap malem minggu bikin nametag, ayolah sekali-kali maming bareng gue kek.” Fiiuhhh di sinilah makna “hidup ini pilihan” berlaku. Harus memilih apakah bersenang dulu atau bersakit-sakit dulu. It’s depend on your self, and this is me and all about me.