Kokokan ayam menjadi tanda awal dimulainya sebuah perjalanan
hari itu. Matahari masih tersipu malu dan enggan untuk menapaki cahayanya di
muka bumi. Belum, belum saatnya meureun. Suasana dingin pun memanjakan
selimutku untuk selalu menempel di tubuhku. Saat mata terbangun oleh bisingnya
suara alarm yang tersetel otomatis dan berkali-kali sempat aku “snooze”,
aku berusaha mengumpulkan nyawa yang tercecer untuk beranjak bangun dari kasur
menuju tempat para ide bersembunyi, Kamar mandi. Tak sempat berpikir panjang guyuran
air pertama mendarat di badan dan ‘brrrrr’ asa semua otot termasuk otot
mata teh langsung melek merem.
Waktu pun tak bisa diajak kompromi disuruh diem bentaran aja
masa gak bisa. Panik melanda hati, jiwa, pikiran, anggota badan dari mulai
ujung kaki sampai ujung bulu hidung. Berasa barang pada terbang, lempar sana
lempar sini nyari barang bawaan untuk LEMMA-pm, acara latihan kepemimpinan
jurdikmat alias ospek jurusan. Nametag, buku taaruf, makanan, alas duduk, air,
dan kawan-kawan telah masuk ke dalam ransel dan ‘wuuuuzzzz’ dengan
kecepatan cahaya aku meluncur ke TKP LEMMA-pm, kecepatan cahaya LCD HP Samsung yang
aku kantongin dengan laju kira-kira 10km/jam. Akhirnya, sampai juga aku di TKP,
yaa meskipun mepet waktu batas akhir kedatangan tapi aku bangga karna masih ada
yang lebih mepet dariku, memang inilah prestasi awal aku di hari itu.
Masih juga pagi, matahari juga masih di peraduan, mungkin dia
malu keluar karena duluan aku yang dateng LEMMA-pm. Para akang-teteh pita item
udah nyambut aja di depan. “Keluarkan barang-barang kalian dan taruh di alas
duduk!” ceunah. “Nametag kumpulkan ke ketua dan ketua ukur nametag anggotanya.”
Danlap angkat bicara. Saat diukur mungkin hampir semua ukurannya tidak tepat 8
cm. Tiba-tiba ada bisikan-bisikan tapi bisikan dengan suara menggelegar dari
teteh pita item di belakang barisan. “Gunting! Gunting aja danlap. Kan gitu
perjanjiannya.” Teteh pita item nyeletuk tapi eleuuh sakitnya tuh didieu.
Sontak teman-temanku angkat bicara membela angkatan. Terharu aku jadinya. Mereka
semangat membela angkatan meski tatapan-tatapan sinis tanda kemarahan mulai
bergejolak di muka sang akang-teteh pita item. Da aku mah apa atuh sekalinya
ngomong juga “Kang, Interupsi tidak terdengar.”
Air mata ini pun jatuh tak tertahan sebagai ekspresi atas
kesiasiaan waktu, tenaga, dan materi yang diperuntukkan untuk sebuah acara yang
tidak melihat arti sebuah proses kekompakan dan hanya menerima hasil tanpa tau
betapa susah payah kami berusaha memberikan yang terbaik untuk acara ini. Mungkin
inilah cara mereka menguji kesetiaan dan kekompakan kami. Entah bagaimana kami
harus meyakinkan diri kami kembali untuk bisa bertahan dan saling menopang. Tapi
kami tetap yakin sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan.
Tak berhenti hari itu dengan ketegangan semata. Masih ada
canda tawa yang disiapkan untuk kami. Permainan dari pos ke pos dengan tujuan
memberikan kami esensi dari tiap permainan yang kami kerjakan bersama. Ternyata
besar sekali makna yang tersirat dari acara yang menurut aku sangat menyiksa hati,
pikiran, terutama kantong karena setiap acara aku harus bikin nametag baru,
hingga teman sekamarku berkata, “Mba, bosen gue liat lu setiap malem minggu
bikin nametag, ayolah sekali-kali maming bareng gue kek.” Fiiuhhh di sinilah
makna “hidup ini pilihan” berlaku. Harus memilih apakah bersenang dulu atau
bersakit-sakit dulu. It’s depend on your self, and this is me and all
about me.
No comments:
Post a Comment